Jumat, 01 Agustus 2014

Opini

Keterpurukan Profesi Wartawan Dan Solusinya

Wartawan adalah profesi seorang pewarta atau penulis berita yang sudah mendapat legalitas secara hukum dan dilindungi, sehingga kalangan orang-orang penting dan pejabat di era sebelum reformasi sangat menghargai profesi tersebut, sekalipun berada dalam pasungan petinggi negara.

Namun setelah bergulirnya reformasi, berawal pada bulan Mei 1998, dimana banyak bermunculan organisasi yang mengatasnamakan kewartawanan karena pemasungan terhadap wartawan sudah tidak ada lagi, lebih-lebih setelah lahirnya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, organisasi kewartawanan bermunculan bak jamur di musim hujan.

Dengan berlatar belakang yang beragam, orang-orang yang sedikit mengerti tentang istilah wartawan pun ikut berperan aktif dalam membentuk dan membangun organisasi, sehingga tidak dapat lagi dilakukan pengontrolan oleh lembaga terkait.

Yang semula berwujud sebagai organisasi profesi dalam perjalanannya berubah fungsi menjadi organisasi massa, dimana dengan berbagai cara dan gaya pengelola organisasi berusahan mencari anggota sebanyak mungkin, sehingga timbullah praktik menjual Kartu Tanda Anggota (kartu pers).

Dampak dari apa yang terjadi di era reformasi yang kebablasan ini semakin terlihat jelas, dimana orang-orang yang memiliki kartu pers banyak tidak menguasai cara menulis berita dan tidak memahami tentang Kode Etik Jurnalistik.

Sehingga tidak aneh lagi jika banyak terjadi dengan marasa gagahnya memiliki kartu wartawan, seseorang sering blusukan datang ke lembaga-lembaga pemerintah dan berusaha mencari kasus-kasus dengan tanpa disadari bahwa hal itu bukanlah tugas seorang wartawan. Bahkan lebih jauh, mereka berani melakukan investigasi, yang sebenarnya itu adalah tugas aparat hukum dalam menangani kasus.

Sesungguhnya, tugas dan fungsi wartawan hanyalah sebatas pengawasan atau disebut juga melakukan kontrol sosial, bukan mengontrol adminsitrasi suatu lembaga atau instansi. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya pembinaan dari organisasi terhadap anggotanya, bahkan tak jarang di jajaran pengurus organisasi kewartawanan yang tidak memahami dan tidak mengerti tentang kewartawanan.

Untuk itu, setiap organisasi kewartawanan harus memiliki standar pendidikan dan mengadakan pelatihan terhadap anggotanya. Hal itu dilakukan, agar benar-benar dapat terbentuk organisasi profesi yang layak dan mengerti akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang profesinal.

Jangan Biarkan Terus Terpuruk.
Dalam menyikapi dan menindak-lanjuti keterpurukan dan keberadaan profesi kewartawanan yang semakin tidak jelas, perlu diambil langkah-langkah demi pemahaman dan penguasaan akan tugas-tugas sebagai seorang wartawan, yaitu melalui diwajibkannya bagi setiap wartawan untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan jurnalistik, sehingga memenuhi standarisasi sebagai seorang wartawan atau jurnalis.

Untuk lebih memahaminya dapat dipelajari tentang ketentuan Kode Etik Jurnalistik dan dasar ketentuannya ada dalam UU Nomor 40 tentang Pers. Semua itu dapat dicari dan diambil dari media internet, dalam website Dewan Pers atau organisasi kewartawanan yang ada.

Dalam kesempatan ini, saya mencoba berbagi pengetahuan tentang tatacara dan tatalaksana seorang wartawan dalam membuat dan menyajikan berita sesuai dengan standarisasi yang selama ini digunakan oleh para wartawan senior dan profesional.

Cara Penulisan Secara Umum
“Seorang penulis (apalagi profesional) haruslah setidak-tidaknya mengetahui dasar-dasar ilmu jurnalistik, memiliki keterampilan menulis, baik berupa berita maupun reportase dan jenis tulisan lainnya”, demikian dikatakan James Reston, seorang wartawan terkemuka dari surat kabar New York Time.

Untuk itu ada hal-hal yang patut diperhatikan berupa ketentuan atau persyaratan yang tidak tertulis, tetapi harus diperhatikan oleh seorang penulis (wartawan) bilamana tulisannya ingin mencapai sasaran dan tidak ngambang.

Sebagai dasar penulisan yang baik diantaranya :
1. Obyektif
2. Berdasarkan fakta yang lengkap
3. Memiliki sumber yang akurat
4. Memperoleh narasumber yang sesuai dengan keahlian
5. Tidak sepihak (netral)
6. Masalah (persoalan) jelas
7. Relevant (tepat sasaran)
8. Cermat dan teliti dalam menentukan judul
9. Ruang lingkup jelas
10. Memberikan jalan keluar (solusi) dari permasalahan
11. Harus memiliki nalar khalayak (sense of audience) yang tepat agar mengetahui secara pasti  tingkatan  masyarakat mana yang menjadi sasaran berita.
12. Harus memahami perundang-undangan yang berkaitan erat dengan tulisan (materi berita)
13. Tulisan dinilai sebagai partisipasi kontrol sosial
14. Mematuhi permintaan (off the record) dan sumber tulisan sesuai dengan KEJ
15. Menghindarkan tulisan yang bersifat SARA (pertentangan antar suku, agama, Ras, dan golongan)
16. Tidak menjurus kepada perusakan sendi-sendi Ketahanan Nasional, yang paling penting untuk diperhatikan adalah waktu penyajiannya tepat.

Setelah kita ketahui sejumlah ketentuan dan syarat yang harus diperhatikan dan dipatuhi, harus diperhatikan juga hal-hal yang sangat prinsip. Bagaimana memulai menulis, apa rahasia dan apa kuncinya, serta bagaimana tekniknya.

Tentang bagaimana tekniknya, sudah menjadi ketentuan bagi wartawan dalam tugasnya yakni berpegang pada yang dikenal dengan istilah 5 W + 1 H. Ini berlaku bagi pembuatan berita maupun tulisan jenis lainnya, walaupun tidak semua unsur dari 5W +1H itu termuat lengkap. Karena setidaknya 5W + 1H tersebut setiap jawabannya merupakan materi-materi penulisan yang dapat menuntun penulis mencapai maksudnya.

Hal inilah yang harus dijadikan pedoman dasar untuk bangkit dari keterpurukan profesi wartawan saat ini. Agar tidak lagi ada wartawan yang melakukan investigasi tetapi cukup dengan konfirmasi, tidak ada lagi wartawan yang menvonis seseorang bersalah harus ada pembatasan dengan diduga, karena pola praduga tak bersalah diterapkan bagi setia seseorang yang diduga atau dipersalahkan.

Tulisan ini hanya sekedar panduan, yang mungkin dapat berguna khususnya pada kalangan wartawan (jurnalis) atau penulis lainnya. Sangat dianjurkan untuk lebih dapat mendalami lebih jauh tentang teknik-teknik penulisan. Sebab, dipandang cukup banyak jenis berita atau jenis tulisan yang harus dipahami. (Arwan Zaini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar