Sanggau-ASPRA,
Arus bolak balik imigran dari Indonesia
ke Malaysia di Border tapal batas Entikong Kab. Sanggau, Kalimantan Barat,
sangat padat setiap harinya. Hasil pantauan di lapangan diperoleh dalam
seharinya mencapai ratusan imigran yang melintas dangan berbagai macam tujuan.
Petugas yang berjaga dari berbagai
institusi yang berada di lintas batas dua negara tersebut, terlihat cuek dengan
aktivitas dalam Boeder tapal batas itu sendiri.
Salah seorang aktivis yang tidak mau
disebutkan namanya mengatakan, jika arus di pelintasan ini, tidak lagi
menggunakan sistem pengawasan dengan baik, di mana para moneyceng atau pelaku
tukar uang, mobil dan lainnya berkeliaran di sekitar area Border yang
senantiasa melakukan aktivitas penipuan, di mana semestinya tidak boleh
terjadi.
Terhadap barang dan orang yang
melintaspun sudah tidak dilakukan pemeriksaan dengan ketat, di mana tamu-tamu
yang datang dari Malaysia lewat tanpa adanya pemeriksaan sama sekali, sementara
bagi warga negara Indonesia, tidak mendapat perlakuan yang sama oleh imigrasi Malaysia.
I Made Surya selaku Kepala Perlintasan
Imigrasi Entikong, saat dikonfirmasi mengatakan, “Kami sudah melakukan hal yang
maksimal dalam pelayanan dan pengawasan, namun kami tidak menutupi kemungkinan,
kami kecolongan dengan banyaknya celah-celah untuk melintas batas kedua negara.
Demikian pula saat ditanyakan tentang
pembayaran RM. 600 yang dibagikan kepada masyarakat tapal batas sebagai pas
barang keluar masuk Malaysia-Indonesia ke bagian publikasi Bea Cukai Entikong
mengatakatan, “Itu bukanlah pas jalan, tetepi pas belanja untuk masyarakat
tapal batas, di mana mereka diberikan ketetuan nilai belanja RM. 600 dalam
sebulannya, jika dia melintas di batas dengan belanja RM. 100, maka masih
tersisa Rm. 500 dan seterusnya, jika belanja di atas RM. 600, dalam sebulannya,
maka kami akan melakukan pemerikasaan dan menahan kelebihan tersebut,” urainya.
Pengawasan aparatur negara yang
bertugas di Border tapal batas, sedikit banyaknya perlu pengawasan, sebagaimana
dikatakan salah seorang aktivis dan pemerhati keimigrasian dari Lembaga Swadaya
Masyarakat Pemantau Kinerja Aparatus Negara (LSM Penjara) Syarifuddin Sultan
saat berada di tapal batas.
“Sudah sekian lama kejadian seperti
itu berlangsung, seharusnya pemerintah buka mata dan telinga atas permasalahan
tapal batas Entikong ini, di mana saya saksikan langsung aktivitas di Border
ini, penuh dengan oknum yang tidak pantas berada dalam area Border, mereka
melakukan aktivitas bukannya membantu, melainkan melakukan pembodohan dan
penipuan kepada imigran yang lewat, baik itu saudara kita warga negara Indonesia
yang keluar dan masuk ke Malaysia, maupun dalam melakukan penukaran uang dari
ringgit ke rupiah,” ujar Syarifudin.
Selain itu, sarana di Border pun
sudah harus ditata ulang, di mana jalan lintas manusia dan kendaraan disatukan,
dalam pengawasannya pun sangat tidak memungkinkan, terkadang lewat tanpa adanya
pemerikasaan, yang kemungkinan ada barang yang diselundupkan ataupun yang
lainnya.
Menurut Syarifudin, hal vital yang harus
dipikirkan adalah sarana penukaran uang di area Borer tapal batas, agar tidak
ada lagi saudara-saudara kita yang tertipu oleh ulah para oknum moneyceng
tersebut.
Tentang tugas pokok BNP2TKI, adalah badan
nasional penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia, namun hasil pantaun
di lapangan ternyata para TKI di Malaysia merasa kecewa dengan peran dan
tanggung jawab lembaga tersebut.
Di mana sering terjadi kasus-kasus
dan segala macam permasalahan TKI tidak pernah ada penyelesain, para TKI merasa
dibodohi, seperti terjadinya pemotongan gaji RM. 50 per bulan untuk uang
simpanan. Apakah dapat dipastikan setelah mereka kembali ke Indonesia dapat
diterima secara full, inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintaha kabinet
kerja ke depan.
Bagaimana nasib para pejuang devisa
kita tidak terpikirkan, termasuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya
selama mereka berada di Malaysia. (SS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar