Rabu, 12 November 2014

Diskriminasi Imigran Indonesia Di Tapal Batas

Sanggau-ASPRA,
Arus bolak balik imigran dari Indonesia ke Malaysia di Border tapal batas Entikong Kab. Sanggau, Kalimantan Barat, sangat padat setiap harinya. Hasil pantauan di lapangan diperoleh dalam seharinya mencapai ratusan imigran yang melintas dangan berbagai macam tujuan.

Petugas yang berjaga dari berbagai institusi yang berada di lintas batas dua negara tersebut, terlihat cuek dengan aktivitas dalam Boeder tapal batas itu sendiri.

Salah seorang aktivis yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, jika arus di pelintasan ini, tidak lagi menggunakan sistem pengawasan dengan baik, di mana para moneyceng atau pelaku tukar uang, mobil dan lainnya berkeliaran di sekitar area Border yang senantiasa melakukan aktivitas penipuan, di mana semestinya tidak boleh terjadi.

Terhadap barang dan orang yang melintaspun sudah tidak dilakukan pemeriksaan dengan ketat, di mana tamu-tamu yang datang dari Malaysia lewat tanpa adanya pemeriksaan sama sekali, sementara bagi warga negara Indonesia, tidak mendapat perlakuan yang sama oleh imigrasi Malaysia.

I Made Surya selaku Kepala Perlintasan Imigrasi Entikong, saat dikonfirmasi mengatakan, “Kami sudah melakukan hal yang maksimal dalam pelayanan dan pengawasan, namun kami tidak menutupi kemungkinan, kami kecolongan dengan banyaknya celah-celah untuk melintas batas kedua negara.

Demikian pula saat ditanyakan tentang pembayaran RM. 600 yang dibagikan kepada masyarakat tapal batas sebagai pas barang keluar masuk Malaysia-Indonesia ke bagian publikasi Bea Cukai Entikong mengatakatan, “Itu bukanlah pas jalan, tetepi pas belanja untuk masyarakat tapal batas, di mana mereka diberikan ketetuan nilai belanja RM. 600 dalam sebulannya, jika dia melintas di batas dengan belanja RM. 100, maka masih tersisa Rm. 500 dan seterusnya, jika belanja di atas RM. 600, dalam sebulannya, maka kami akan melakukan pemerikasaan dan menahan kelebihan tersebut,” urainya.

Pengawasan aparatur negara yang bertugas di Border tapal batas, sedikit banyaknya perlu pengawasan, sebagaimana dikatakan salah seorang aktivis dan pemerhati keimigrasian dari Lembaga Swadaya Masyarakat Pemantau Kinerja Aparatus Negara (LSM Penjara) Syarifuddin Sultan saat berada di tapal batas.

“Sudah sekian lama kejadian seperti itu berlangsung, seharusnya pemerintah buka mata dan telinga atas permasalahan tapal batas Entikong ini, di mana saya saksikan langsung aktivitas di Border ini, penuh dengan oknum yang tidak pantas berada dalam area Border, mereka melakukan aktivitas bukannya membantu, melainkan melakukan pembodohan dan penipuan kepada imigran yang lewat, baik itu saudara kita warga negara Indonesia yang keluar dan masuk ke Malaysia, maupun dalam melakukan penukaran uang dari ringgit ke rupiah,” ujar Syarifudin.

Selain itu, sarana di Border pun sudah harus ditata ulang, di mana jalan lintas manusia dan kendaraan disatukan, dalam pengawasannya pun sangat tidak memungkinkan, terkadang lewat tanpa adanya pemerikasaan, yang kemungkinan ada barang yang diselundupkan ataupun yang lainnya.

Menurut Syarifudin, hal vital yang harus dipikirkan adalah sarana penukaran uang di area Borer tapal batas, agar tidak ada lagi saudara-saudara kita yang tertipu oleh ulah para oknum moneyceng tersebut.

Tentang tugas pokok BNP2TKI, adalah badan nasional penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia, namun hasil pantaun di lapangan ternyata para TKI di Malaysia merasa kecewa dengan peran dan tanggung jawab lembaga tersebut.

Di mana sering terjadi kasus-kasus dan segala macam permasalahan TKI tidak pernah ada penyelesain, para TKI merasa dibodohi, seperti terjadinya pemotongan gaji RM. 50 per bulan untuk uang simpanan. Apakah dapat dipastikan setelah mereka kembali ke Indonesia dapat diterima secara full, inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintaha kabinet kerja ke depan.

Bagaimana nasib para pejuang devisa kita tidak terpikirkan, termasuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya selama mereka berada di Malaysia. (SS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar