Ilustrasi |
MUNGKIN masih banyak orang yang menilai jika imajinasi merupakan kegiatan tidak berguna yang hanya membuang waktu. Padahal imajinasi memiliki peranan penting untuk membantu kita memahami sesuatu.
Pendapat tersebut diungkapkan Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Nang Primadi Tabrani saat menjadi narasumber dalam Super Lecture Series (SLS) : Pembinaan Kreativitas untuk Desain dan Berkenalan Dengan Bahasa Rupa di Desain Produk Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Dalam kesempatan itu, dia menyatakan, salah satu hal yang tidak lepas dari kreativitas ialah imajinasi.
“Seorang bayi yang baru lahir tidak akan pernah tahu bagaimana rupa atau suara sang ibu. Namun, bayi tersebut mampu membedakan ibunya dari orang lain sehingga ketika digendong orang yang tidak dikenal dia akan menangis. Hal itu menunjukkan bahwa imajinasi telah dianugerahkan Tuhan kepada kita sejak kita kecil,” kata Primadi, seperti disitat dari ITS Online, Senin (6/10/2014).
Primadi menyatakan, dalam proses imajinasi, proses belajar dan proses kreasi, yang paling penting ialah proses imajinasi. Hal itu lantaran imajinasi dapat menjembatani indera menuju ke kesimpulan sebelum disimpan di otak.
“Tiap ilmu yang masuk akan memasuki ‘jalan tol-nya’ masing-masing. Dengan proses ini, maka orang bisa saja lulus semua mata kuliah yang diajarkan. Namun, sering terjadi kesulitan ketika berusaha memecahkan soal yang melibatkan gabungan berbagai disiplin ilmu,” ungkapnya.
Hal ini dikarenakan susunan syaraf untuk cara belajar rasio berbentuk vertikal sehingga tidak bisa terhubung dengan jalan yang lain. Sementara untuk dapat menggabungkan proses belajar dan kreatif ialah imajinasi.
“Sayangnya, dalam ajaran konvensional, cara berpikir kreatif cenderung diabaikan. Hal ini mengakibatkan bila memori di dalam celebral cortex telah memudar, maka manusia harus mempelajari semuanya dari awal lagi. Oleh karena itu, para ilmuwan barat membuat terobosan dengan menghindari proses belajar mengajar di sekolah,” papar Primadi.
Melihat keadaan itu, Primadi menilai, bangsa Indonesia harus mengkaji ulang sistem belajar untuk siswa. Indonesia harus menghapus doktrin belajar rasional dan mulai menggabungkan sistem belajar rasional dan kreatif.
“Karena proses belajar yang baik sejatinya merupakan kerja sama antara syaraf vertikal dan horizontal atau proses belajar rasio dan kreasi,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar