Jakarta-ASPRA,
CARA Presiden Joko Widodo membentuk kabinet merupakan langkah baru bila dibanding presiden sebelumnya. Pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif yang dimiliki Presiden. Kini, hak tersebut dibagi ke sejumlah pihak.
Langkah Jokowi meminta pertimbangan calon menterinya kepada berbagai pihak menimbulkan polemik. Ada yang setuju namun tidak sedikit yang kontra dengan cara Jokowi. Sedikitnya, Jokowi membagi hak prerogatifnya dengan meminta pertimbangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), serta para pimpinan partai politik.
Dampak nyata dari konsultasi Jokowi ke berbagai pihak tersebut memiliki dampak nyata. Sedikitnya delapan nama calon menteri yang diajukan Jokowi, mendapat warna merah dari KPK. Tidak hanya itu, KPK juga memberi warna kuning kepada sejumlah kandidat pembantu Jokowi. “Posisi merah dan kuning itu sama. Tidak boleh jadi menteri,” kata Ketua KPK Abraham Samad di Kantor KPK, Rabu (22/10/2014).
Rupanya, tanda warna merah dan kuning yang disampaikan KPK kepada Jokowi memberi dampak nyata. Tidak sedikit, sejumlah tokoh yang sebelumnya disebut-sebut bakal menduduki kursi menteri di Kabinet Jokowi, terlempar di ujung proses.
Selain aspek hukum dengan cara berbagi hak prerogatif dengan KPK, Jokowi juga berbagai haknya di aspek politik dengan cara meminta pertimbangan kepada pimpinan partai politik. Ini dilakukan khususnya bagi calon menteri yang berlata belakang partai politik.
Sumber media di Parlemen menginformasikan tidak sedikit pilihan Jokowi terhadap kader partai politik tidak linier dengan pilihan atau usulan dari pimpinan partai politik. Kondisi ini pula yang menyulitkan posisi Jokowi.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Firdaus Ilyas mengatakan dalam pembentukan kabinet agar Jokowi-JK tidak diintervesi oleh kepentingan mafia. “Jika kepentingan mafia masuk melalui menterinya maka mustahil bagi Jokowi-JK mewujudkan upaya pemberantasan mafia maupun mewujudkan pemerintahan yang berpihak kepada rakyat dan bebas dari korupsi,” kata Firdaus di Jakarta, Kamis (23/10/2014).
ICW mencatat, peluang mafia yang masuk dalam pemerintahan Jokowi dimaksud adalah mafia hukum, mafia energi, mafia pajak, mafia hutan dan mafia pertambangan. Kementrian yang rentan disusupi mafia termasuk menteri antara lain Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan, Polri, ESDM, Kemenkeu, Kemen BUMN, Kemenhut, Kemenko Bidang Perekonomian, Kementrian Maritim, Kemenko Bidang Maritim dan SDA.
Langkah Jokowi dengan berbagai hak prerogatifnya dengan sejumlah pihak, menimbulkan tanda tanya besar. Ini terkait dengan Tim Transisi Pemerintahan yang telah dibentuk Jokowi pada Agustus 2014 lalu. Nyatanya, hasil kerja Tim Transisi dianggap belum maksimal. Buktinya, nama yang direkomendasikan sebagai kandidat menteri, justru memiliki kriteria warna merah dan kuning.
CARA Presiden Joko Widodo membentuk kabinet merupakan langkah baru bila dibanding presiden sebelumnya. Pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif yang dimiliki Presiden. Kini, hak tersebut dibagi ke sejumlah pihak.
Langkah Jokowi meminta pertimbangan calon menterinya kepada berbagai pihak menimbulkan polemik. Ada yang setuju namun tidak sedikit yang kontra dengan cara Jokowi. Sedikitnya, Jokowi membagi hak prerogatifnya dengan meminta pertimbangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), serta para pimpinan partai politik.
Dampak nyata dari konsultasi Jokowi ke berbagai pihak tersebut memiliki dampak nyata. Sedikitnya delapan nama calon menteri yang diajukan Jokowi, mendapat warna merah dari KPK. Tidak hanya itu, KPK juga memberi warna kuning kepada sejumlah kandidat pembantu Jokowi. “Posisi merah dan kuning itu sama. Tidak boleh jadi menteri,” kata Ketua KPK Abraham Samad di Kantor KPK, Rabu (22/10/2014).
Rupanya, tanda warna merah dan kuning yang disampaikan KPK kepada Jokowi memberi dampak nyata. Tidak sedikit, sejumlah tokoh yang sebelumnya disebut-sebut bakal menduduki kursi menteri di Kabinet Jokowi, terlempar di ujung proses.
Selain aspek hukum dengan cara berbagi hak prerogatif dengan KPK, Jokowi juga berbagai haknya di aspek politik dengan cara meminta pertimbangan kepada pimpinan partai politik. Ini dilakukan khususnya bagi calon menteri yang berlata belakang partai politik.
Sumber media di Parlemen menginformasikan tidak sedikit pilihan Jokowi terhadap kader partai politik tidak linier dengan pilihan atau usulan dari pimpinan partai politik. Kondisi ini pula yang menyulitkan posisi Jokowi.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Firdaus Ilyas mengatakan dalam pembentukan kabinet agar Jokowi-JK tidak diintervesi oleh kepentingan mafia. “Jika kepentingan mafia masuk melalui menterinya maka mustahil bagi Jokowi-JK mewujudkan upaya pemberantasan mafia maupun mewujudkan pemerintahan yang berpihak kepada rakyat dan bebas dari korupsi,” kata Firdaus di Jakarta, Kamis (23/10/2014).
ICW mencatat, peluang mafia yang masuk dalam pemerintahan Jokowi dimaksud adalah mafia hukum, mafia energi, mafia pajak, mafia hutan dan mafia pertambangan. Kementrian yang rentan disusupi mafia termasuk menteri antara lain Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan, Polri, ESDM, Kemenkeu, Kemen BUMN, Kemenhut, Kemenko Bidang Perekonomian, Kementrian Maritim, Kemenko Bidang Maritim dan SDA.
Langkah Jokowi dengan berbagai hak prerogatifnya dengan sejumlah pihak, menimbulkan tanda tanya besar. Ini terkait dengan Tim Transisi Pemerintahan yang telah dibentuk Jokowi pada Agustus 2014 lalu. Nyatanya, hasil kerja Tim Transisi dianggap belum maksimal. Buktinya, nama yang direkomendasikan sebagai kandidat menteri, justru memiliki kriteria warna merah dan kuning.
Kemampuan Jokowi Dipertanyakan
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Nurul Arifin menyayangkan dibatalkannya rencana pengumuman kabinet pemerintahan Jokowi-Kalla. Nurul mempertanyakan kemampuan manajerial Jokowi.
Nurul menjelaskan, Jokowi seharusnya dapat segera menentukan kabinetnya agar dapat langsung bekerja sesuai dengan janji-janjinya. Pasalnya, Jokowi telah lama memetakan masalah dan melakukan seleksi calon menteri dengan bantuan Tim Transisi.
“Kelambanan Jokowi mengumumkan kabinet adalah ketidakmampuan manajerial pemimpin baru,” kata Nurul, saat dihubungi, Kamis (23/10/2014).
Ia melanjutkan, Jokowi juga tidak perlu melempar alasan menunda pengumuman kabinet karena menunggu pertimbangan DPR terkait perubahan nomenklatur maupun alasan mempertimbangkan saran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Kenapa baru sekarang? Kan waktu transisi sudah sejak lama. Harusnya segera kerja dan tidak larut dalam euforia berkepanjangan. Tidak perlu ragu jika percaya dukungan rakyat di belakang Presiden,” ujarnya.
Rencananya, Jokowi akan mengumumkan susunan kabinet di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (22/10/2014) malam. Namun, hal tersebut batal. Belum ada kepastian kapan susunan kabinet akan diumumkan.
Jokowi mengaku ada delapan nama yang tak boleh dipilih sebagai menteri berdasarkan rekomendasi KPK dan PPATK. Namun, Jokowi tak mau mengungkap siapa saja mereka. Presiden secara khusus meminta media untuk tidak menebak-nebak kedelapan calon menteri yang tidak bisa diangkat itu.
“Maunya sih kerja cepat, tapi kalau keliru ya gimana? Saya maunya cepat, tapi benar,” ujar Jokowi di Kompleks Istana, Rabu siang.
Slogan Jokowi “Ayo Kerja”
Penundaan pengumuman kabinet oleh Presiden Joko Widodo dinilai sebagai ketidakmampuan manajerial pemimpin baru. Demikian dikatakan Wasekjen Golkar Nurul Arifin melalui pesan singkat, Kamis (23/10/2014).
Nurul menilai tidak perlu adanya melempar alasan dengan masih tersandera persetujuan DPR soal penggantian nomenklatur enam Kementerian.
“Juga soal ada saran dari KPK, mengapa baru sekarang ? Masa transisi kan cukup lama sejak MK memutuskan kemenangan Jokowi-JK. Pemerintah diharapkan segera kerja dan tidak larut dalam euforia berkepanjangan,” kata Nurul.
Apalagi, kata Nurul, Jokowi telah siap dikritik saat bertemu dengan Prabowo beberapa waktu lalu. “Ayo kerja, kerja, kerja,” katanya.
Mengenai adanya kabar intervensi dalam penyusunan kabinet, Nurul mengatakan Jokowi seharusnya tidak perlu ragu untuk segera mengumumkan para pembantunya.
“Karena itu hak perogativenya sehingga penyusunan kabinet itu harus bebas dari intervensi atau tekanan siapapun. Jangan sampai banyak orang gigit jari karena penundaan terus,” imbuhnya. (Red/bs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar