Jakarta-ASPRA,
PRESIDEN terpilih Jokowi menuding pelemahan rupiah hari Rabu tidak terlepas pada kekecewaan pasar atas hasil rapat sidang paripurna penetapan pimpinan MPR RI.
Diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan siang ini makin merosot. Posisi rupiah berdasarkan data Bloomberg siang ini berada pada level Rp12.258 per USD.
“Memang saya sampaikan sinyal yang ditangkap pasar direspon itu negatif,” kata Jokowi di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta, Rabu (7/10/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini situasi politik di Indonesia terus dipantau oleh pasar. Sebab itu, sebaiknya pemerintah ataupun DPR tidak membuat keputusan yang mengakibatkan pasar kecewa.
“Oleh sebab itu saya pesan kepada politisi-politisi, elit-elit politik, berpesan agar setiap tingkah laku kita, setiap kebijakan dan produk-produk birokrasi kita dilihat pasar, rakyat,” tambah dia.
Melihat kondisi rupiah yang terus melemah seperti ini Jokowi pun meminta agar sedianya hal ini dapat dicegah dengan mendengarkan keinginan rakyat. “Kalau direspon negatif itu harus didengar. Mendengar keinganan rakyat dan pasar,” pungkasnya.
Sementara itu Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara membantah pernyataan tersebut dan meminta kepada masyarakat agar jangan menghubungkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dengan keputusan penetapan Ketua MPR.
“Kamu ini cari-cari hubungannya nih,” kata Mirza di JIExpo Kemayoran.
Sebab menurutnya, kondisi nilai tukar rupiah yang kembali keok hari ini disebabkan karena sentimen negatif yang ada di luar negeri ataupun di dalam negeri.
“Begini lho, saat ini memang ada trend penguatan dolar terhadap mata uang negara-negara lainnya. karena Amerika Serikat (AS) pertumbuhan ekonomi membaik kemudian suku bunga AS akan segera naik di tahun depan,” jelas dia.
Kondisi tersebut, lanjut Mirza, membuat asset AS menjadi lebih menarik. Menurutnya, pelemahan nilai tukar pun tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Di negara-negara seperti Thailand, Filipina, dan Singapura pun juga mengalami pelemahan nilai tukar.
“Tapi kita lihat mata uang negara Thailand, Filipina, Singapura pun melemah juga terhadap mata uang euro, dolar menguat. Itu adalah trend dunianya itu, faktor ekstrenal yang kita tidak bisa hindari,” kata Mirza.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk di dalam negeri, sentiment negatif lebih diakibatkan oleh defisit neraca perdagangan pada Agustus 2014 yang mencapai USD318,1 juta.
“Kalau dalam negeri kita ini masih mengalami defisit ekspor dan impor ada surplus kalau kita jumlahkan non migas ada surplus, tapi enggak banyak surplusnya,” tegasnya.
Sebab itu, pihaknya akan melakukan sejumlah upaya agar neraca perdagangan Indonesia dapat kembali surplus, salah satunya melalui dorongan untuk meningkatkan ekspor manufaktur.
“Indonesia membutuhkan ekpor yang meningkat terutama manufaktur karena ekspor komoditi batu bara dan kelapa sawit harganya turun jadinya kita mendukung bagaimana memperkuat ekspor manufaktur. jadi itu faktor luar negeri itu adanya faktor penguatan suku bunga AS kalau dalam negeri defisit dari ekspor impor kita,” pungkasnya. (Intrk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar