Jakarta-ASPRA,
SETYA Novanto yang terpilih sebagai Ketua DPR terus disorot dari berbagai kalangan. Pasalnya, Setya kerap disebut-sebut dalam beberapa kasus dugaan korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kini, giliran Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus yang angkat bicara. Menurutnya KPK dan Kejaksaan Agung harus memperjelas status hukum Setya terkait dugaan keterlibatannya dalam berbagai kasus korupsi, terutama setelah Setya menjadi Ketua DPR.
Sebab, menurutnya, sikap untuk memperjelas status Setya Novanto sangat ditunggu publik mengingat DPR merupakan lembaga pengawas kinerja Kejaksaan dan KPK.
“Karena itu seharusnya pimpinan DPR RI harus steril dari perilaku KKN,” kata Petrus melalui siaran persnya, Senin (6/10/2014).
Soal kejaksaan, Petrus mengkaitkannya dengan kasus Cessie Bank Bali beberapa tahun lalu. Dalam kasus itu Setya juga sering disebut-sebut diduga terlibat.
“Seharusnya KPK dan Kejaksaan Agung berkoordinasi kembali mengungkap kasus ini. Jangan dipetisikan,” katanya.
Selama ini juga, memang santer nama Setya dikaitkan dengan sejumlah kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK. Bahkan dirinya kerap bolak balik menjalani pemeriksaan sebagai saksi di lembaga antirasuah tersebut.
Seperti di antaranya kasus dugaan suap PON Riau, Kasus E-KTP, dan Kasus Pengadaan seragam Hansip. Dua kasus terkahir justru dibongkar habis oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.
Sedangkan, dalam putusan hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rusli Zainal selaku Gubernur Riau saat PON Riau berlangsung, terbukti menyuap Setya Novanto dan Kahar Muzakir sebesar Rp 9 miliar. Meski begitu, berkali-kali Setya sudah membantahnya.
‘Disentil’ Abraham Samad
Ketua DPR RI, Setya Novanto, tidak mempermasalahkan komentar negatif Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad. Menurut Setya, semua kritikan akan diterima dengan baik sebagai masukan.
“Nggak ada masalah. Silakan aja dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Apapun kritikan ini saya menerima dengan baik,” ujar Setya ketika ditemui di DPR RI, Jakarta, Senin (6/10/2014).
Setya berjanji semua kritikan yang baik akan ditampung termasuk kritikan dari berbagai kelompok masyarakat. “Karena kritik yang baik perlu kita tingkatkan. Kritikan dari masyarakat itu menjadi masukan,” tukas politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad, menyayangkan terpilihnya Bendahara Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
Abraham menyebut Setya berpotensi punya masalah hukum. Terlebih lagi, Setya sudah beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi dalam sejumlah kasus dugaan korupsi.
Setya pernah disebut bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin dalam dugaan keterlibatan kasus proyek pengadaan E-KTP.
Nama Setya juga disebut dalam perkara korupsi proyek pembangunan lapangan tembak PON Riau 2012, yang melibatkan bekas Gubernur Riau Rusli Zainal.
KPK Pastikan Sprindik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Setya Novanto yang beredar luas di publik adalah palsu. Juru Bicara KPK, Johan Budi, mengatakan pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat tersebut.
“Hoax itu,” tegas Johan saat dihubungi wartawan, Selasa (7/10).
Johan mengatakan pihaknya juga sudah melihat sprindik palsu yang mengatasnamakan KPK tersebut. “Format surat kita tidak seperti itu,” ujar Johan.
Seperti diberitakan, sprindik yang tersebar luas itu terkait kasus korupsi perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Riau. Dalam sprindik tersebut menerangkan untuk melakukan penyidikan, dengan menetapkan anggota DPR Setya Novanto sebagai tersangka.
Sprindik tersebut diterima merdeka.com melalui email yang dikirim bambang.sukoco23@gmail.com, Selasa (7/10) pagi. Ada tiga lampiran yang dikirim, pertama satu lembar utuh penggalan dari sprindik, sedangkan dua sisanya hasil croping atau potongan dari lembaran utuh tersebut.
Berikut penggalan isi sprindik yang diduga dari KPK tersebut:
“Melakukan penyidikan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan proses perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasioanl (PON) XVIII di Riau yang dilakukan oleh tersangka Setya Novanto selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”
Di surat tersebut, KPK memerintahkan empat penyidik KPK masing-masing Endang Tarsa, Bambang Sukoco, Heri Muryanto dan Salmah untuk melakukan penyidikan. Sprindik yang diduga milik KPK dikeluarkan di Jakarta, tertanggal 25 September 2014 diteken oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.(mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar