Sabtu, 25 Oktober 2014

Upah Minimum Provinsi Sulit Diterapkan di Jateng

Semarang- ASPRA,
KEBIJAKAN
upah minimum provinsi (UMP) pada 2015, sulit diterapkan di provinsi ini karena berbagai pertimbangan, kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Tengah, Wika Bintang.
“Di Jateng tidak pernah menggunakan UMP karena jumlah kabupaten/kota di Jateng banyak dan kemampuan pada masing-masing pemerintah daerah juga tidak sama sehingga UMP sulit diterapkan di sini,” katanya di Semarang, Senin.
Wika mengungkapkan bahwa pertimbangan lain UMP sulit diterapkan adalah UMK sudah berjalan tiap tahun di Provinsi Jateng, di kabupaten/kota sudah ada dewan pengupahan yang juga melakukan survei.
Menurut dia, penerapan UMP sebagai pengganti dari upah minimum kabupaten/kota yang selama ini ditetapkan tiap tahun itu menggunakan kebutuhan hidup layak (KHL) terendah.
“Penghitungan UMP adalah gubernur menetapkan KHL terendah di provinsi itu, kemudian bupati dan wali kota setempat menetapkan besaran upah tapi tidak boleh di bawah yang telah ditetapkan gubernur,” ujarnya.
Secara teknis, kata Wika, penerapan UMP bagi provinsi yang jumlah kabupaten/kotanya banyak seperti di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur itu justru akan menimbulkan berbagai permasalahan.
Sebelumnya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan UMP pada 2015 sebagai ganti dari upah minimum kabupaten/kota tiap tahun.
Terkait dengan wacana tersebut, Disnakertransduk Jateng akan melakukan konsultasi dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan semua pihak terkait seperti pengusaha serta buruh sebelum menetapkan UMP pada 2015.
Hingga saat ini rancangan peraturan gubernur tentang pedoman survei KHL guna kepentingan penyusunan UMK masih dikonsultasikan ke pemerintah pusat dan belum diketahui apakah pergub KHL itu bisa digunakan untuk penyusunan UMK 2015 mengingat batas waktu penetapannya pada 20 Nopember 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar